Kamis, 04 Desember 2014

BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Ilmu kalam atau teologi dari masa ke masa mengalami perkembangan yang cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu kalam bermunculan. Dan memiliki argumentasi yang berbeda-beda, sehingga persoalan-persoalan yang mengenai ilmu kalam atau teologi itu sendiri semakin serius untuk dibahas. Karena dari permasalahan tersebut akan memicu timbulnya pemikiran-pemikiran yang baru dan tanggapan dari berbagai tokoh-tokoh ilmu kalam itu sendiri.
Banyaknya tokoh-tokoh yang memiliki latar belakang yang berbeda, maka banyak pula pemikiran-pemikiran dari mereka yang berbeda tentang permasalahan ilmu kalam ini. Sebagai contoh, di dalam makalah ini insya Allah akan di bahas teologi atau ilmu kalam yang mengacu pada dua tokoh yaitu:HM.Rasyidi dan Harun Nasution. Oleh karena itu, penulis mencoba mengangkat makalah dengan judul “Pemikiran kalam di indonesia”. Hal ini sebagai bahan diskusi, sehingga akan mendapatkan wawasan keilmuan terkait dengan permasalahan ilmu kalam.
B.Rumusan Masalah
Masalah yang kami angkat pada makalah kali ini ialah pemikiran kalam di Indonesia:Harun Nasution dan H.M.Rasyidi.
C.Tujuan kegiatan

1.Untuk mengetahui riwayat hidup H.M.Rasyidi
2.Untuk mengetahui pemikiran kalam H.M.Rsayidi
3.Untuk mengetahui riwayat hidup Harun Nasution
4.Untuk mengetahui pemikiran kalam Harun Nasution
BAB II
PEMBAHASAN

A.Riwayat Hidup H.M.Rasyidi
            H. Mohamad Rasjidi (Kotagede, Yogyakarta, 20 Mei 1915 – 30 Januari 2001) adalah mantan Menteri Agama Indonesia pada Kabinet Sjahrir I dan Kabinet Sjahrir II.Fakultas Filsafat, Universitas Kairo, Mesir (1938) Universitas Sorbonne, Paris (Doktor, 1956) Guru pada Islamitische Middelbaare School (Pesantren Luhur), Surakarta (1939-1941) Guru Besar Fakultas Hukum UI Direktur kantor Rabitah Alam Islami, Jakarta. H.M. Rasyidi, lulusan lembaga pendidikan tinggi Islam di Mesir yang mmelanjutkan ke Paris, dan kemudian memperoleh pengalaman mengajar di Kanada.[1]
B.Pemikiran Kalam H.M.Rasyidi
1.Tentang perbedaan ilmu kalam dan teologi
Rasyidi menolak pandangan Harun Nasution yang menyamakan pengertian ilmu kalam dan teologi. Untuk itu Rasyidi berkata, “…Ada kesan bahwa ilmu kalam adalah teologi Islam dan teologi adalah ilmu kalam Kristen.” Selanjutnya Rasyidi menelurusi sejarah kemunculan teologi. Menurutnya, orang Barat memakai istilah teologi untuk menunjukkan tauhid atau kalam karena mereka tak memiliki istilah lain. Teologi terdiri dari dua perkataa, yaitu teo (theos) artinya Tuhan, dan logos, artinya ilmu. Jadi teologi berarti ilmu ketuhanan.adapun sebab timbulnya teologi dalam Kristen adalah ketuhananNabi Isa, sebagai salah satu dari tri-tunggal atau trinitas. Namun kata teologi kemudian mengandung beberapa aspek agama Kristen, yang di luar kepercayaan (yang benar), sehingga teologi dalam Kristen tidak sama dengan tauhid atau ilmu kalam.   
2.Tema-tema ilmu kalam
Salah satu tema ilmu kalam Harun Nasution yang dikritik oleh Rasyidi adalah  deskripsi aliran-aliran kalam yang sudah tidak relevan lagi dengan kondisi umat Islam sekarang, khususnya di Indonesia. Untuk itu, Rasyidi berpendapat bahwa menonjolnya perbedaan pendapat antara Asy’ariyah dan Mu’tazilah, sebagaimana dilakukan Harun Nasution, akan melemahkan iman para mahasiswa. Memang tidak ada agama yang mengagungkan akal seperti Islam, tetapi dengan menggambarkan bahwa akal dapat mengetahui baik dan buruk, sedangkan wahyu hanya membuat nilai yang dihasilkan pikiran manusia bersifat absolute-universal, berarti meremehkan ayat-ayat al-Qur’an seperti:
...والله يعلم وانتم لاتعلمون
 “Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”)Q.S.Al-Baqarah:232)
            Rasyid kemudian menegaskan pada saat ini, di Barat sudah dirasakan bahwa akal tidak mampu mengetahui baik dan buruk. Buktinya adalah kemunculan eksistensialisme sebagai reaksi terhadap aliran rasionalisme.Rasyidi mengakui bahwa soal-soal yang pernah diperbincangkan pada dua belas abad yang lalu, masih ada yang relevan untuk masa sekarang, tetapi ada pula yang sudah tidak relevan. Pada waktu sekarang, demikian Rasyidi menguraikan, yang masih dirasakanlah oleh umat Islam pada umumnya adalah keberadaan Syi’ah.           
3.Hakikat iman
Bagian ini merupakan kritikan Rasyidi terhadap deskripsi iman yang diberikan Nurcholis Madjid, yakni “percaya dan menaruh kepercayaan kepada Tuhan. Dan sikap apresiatif kepada Tuhan merupakan inti pengalaman keagamaan seseorang. Sikap ini disebut takwa. Takwa diperkuat dengan kontak yang kontinu dengan Tuhan. Apresiasi ketuhanan menumbuhkan kesadaran ketuhanan yang menyeluruh, sehingga menumbuhkan keadaan bersatunya hamba dengan Tuhan.[2]”Menanggapi pernyataan di atas Rasyidi mengatakan bahwa iman bukan sekedar menuju bersatunya manusia dengan Tuhan, tetapi dapat dilihat dalam dimensi konsekuensial atau hubungan dengan manusia dengan manusia, yakni hidup dalam masyarakat. Bersatunya seseorang dengan Tuhan tidak merupakan aspek yang mudah dicapai, mungkin hanya seseorang saja dari sejuta orang. Jadi, yang terpenting dari aspek penyatuan itu adalah kepercayaan, ibadah dan kemasyarakatan.[3]     

C.Riwayat Hidup Harun Nasution
            Harun Nasution lahir pada hari Selasa 23 September 1919 di Sumatera. Ayahnya, Jabar Ahmad adalah seorang ulama yang mengetahui kitab-kitab Jawi.Pendidikan formalnya dimulai dari sekolah Belanda HIS. Setelah tujuh tahun di HIS. Selama tujuh tahun, Harun belajar bahasa Belanda dan ilmu pengetahuan umum di HIS itu, dia berada dalam lingkungan disiplin yang ketat. Di lingkungan keluarga, harun memulai pendidikan Agama dari lingkungan keluarganya dengan belajar mengaji, shalat dan ibadah lainnya.Beliau meneruskan ke MIK (Modern Islamietishe Kweekschool) di Bukittinggi pada tahun 1934. pendidikannya lalu diteruskan ke Universitas Al-Azhar, Mesir. Sambil kuliah di Al-Azhar beliau kuliah juga di Universitas amerika di Mesir. Pendidikannya lalu dilanjutkan ke Mc. Gill, Kanada pada tahun 1962.
Setiba di tanah air pada tahun 1969 beliau langsung terjun dalam bidang akademisi, yakni menjadi dosen di IAIN Jakarta, IKIP Jakarta, dan kemudian juga pada Universitas Nasional. Harun Nasution adalah figur sentral dalam semacam jaringan intelektual yang terbentuk dikawasan IAIN Ciputat semenjak paruh kedua dasawarsa 70-an. Sentralitas Harun Nasution di dalam jaringan itu tentu saja banyak ditopang kapasitas intelektualnya, dan kemudian kedudukan formalnya sebagai rektor sekalibus salah seorang pengajar di IAIN.[4]
D.Pemikiran Kalam Harun Nasution
1.Peranan Akal
Bukanlah secara kebetulan bila Harun Nasution memilih problematika akal dalam system teologi Muhammad Abduh sebagai bahan kajian disertasinya di Universitas Mogill, Mentreal, Kanada. Besar kecilnya peranan akal dalam system teologi suatau aliran sangat menentukan dinamis atau tidaknya pemahaman seseorang tentang ajaran Islam. Berkenaan dengan akal ini,Harun Nasution menulis demikian,”Akal melambangkan kekuatan manusia,Karena akallah,manusia mempunyai kesanggupan untuk menaklukkan kekuatan makhluk lain sekitarnya.Bertambah tinggi akal manusia ,bertambah tinggilah kesanggupannya untuk mengalahkan makhluk lai.Bertambah lemah kekuatan akal manusia,bertmbah rendah pulalah kesanggupannya menghadapi kekuatan-kekuatan lain tersebut.”
            Dalam sejarah Islam, akal mempunyai kedudukan tinggi dan banyak dipakai, bukan dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan saja, akan tetapi dalam perkembangan ajaran-ajaran keagamaan Islam sendiri. Pemikiran akal dalam Islam diperintahkan Al-Qur’an sendiri. Bukanlah tidak ada dasarnya apabila ada penulis-penulis, baik di kalangan Islam sendiri maupun di kalangan non-Islam, yang berpendapat bahwa Islam adalah agama rasional.[5]
2.Pembaharuan Teologi          
            Pembaharuan teologi yang menjadi predikat Harun Nasution. Pada dasarnya dibangun atas asumsi bahwa keterbelakangan dan kemunduran umat Islam Indonesia (juga di mana saja) adalah disebabkan “ada yang salah” dalam teologi mereka. Pandangan ini serupa dengan pandangan kaum modernis lain pendahulunya (Muhammad Abduh, Rasyid Ridha Al-Afghani, Sayid Amer Ali, dan lain-lain) yang memandang perlu untuk kembali kepada teologi Islam yang sejati. Menurut Harun Nasution, umat Islam hendaklah mengubah teologi yang berwatak free-will rasional, serta mandiri. Tidak heran jika teori modernisasi ini selanjutnya menemukan teologi dalam khazanah islam klasik sendiri yakni teologi Mu’tazilah.
3.Hubungan Akal dan Wahyu                                                           
            Salah satu focus pemikiran Harun Nasution adalah hubungan akal dan wahyu. Ia menjelaskan bahwa hubungan akal dan wahyu memang menimbulkan pertanyaan, tetapi keduanya tidak bertentangan. Akal mempunyai kedudukan yang tinggi dalam Al-Qur’an. Orang yang beriman tidak perlu menerima bahwa wahyu sudah mengandung segala-galanya. Wahyu bahkan tidak menjelaskan semua permasalahan keagamaan.[6]
Dalam pemikiran Islam, baik di bidang filsafat dan ilmu kalam, apalagi di bidang ilmu fiqih, akal tidak pernah membatalkan wahyu. Akal tetap tunduk kepada teks wahyu. Teks wahyu tetap dianggap benar. Akal dipakai untuk memahami teks wahu dan tidak untuk menentang wahyu. Akal hanya memberi interpretasi terhadap teks wahyu sesuai dengan kecenderungan dan kesanggupan pemberi interpretasi. Yang dipertentangkan dalam sejarah pemikiran Islam sebenarnya bukan akal dan wahyu, tetapi penafsiran tertentu dari teks wahyu dengan lain dari teks wahyu itu juga. Jadi, yang bertentangan sebenarnya dalam Islam adalah pendapat akal ulama tertentu dengan pendapat akal ulama lain.
BAB III
PENUTUP
A.Simpulan
1. H. Mohamad Rasjidi (Kotagede, Yogyakarta, 20 Mei 1915 – 30 Januari 2001) adalah mantan Menteri Agama Indonesia pada Kabinet Sjahrir I dan Kabinet Sjahrir II.Fakultas Filsafat, Universitas Kairo, Mesir (1938) Universitas Sorbonne, Paris (Doktor, 1956) Guru pada Islamitische Middelbaare School (Pesantren Luhur), Surakarta (1939-1941) Guru Besar Fakultas Hukum UI Direktur kantor Rabitah Alam Islami, Jakarta.
2.Pemikiran kalam Rasyidi antara lain:tentang perbedaan ilmu kalam dan teologi,tema-tema ilmu kalam,hakikat iman.
3. Harun Nasution lahir pada hari Selasa 23 September 1919 di Sumatera. Ayahnya, Jabar Ahmad adalah seorang ulama yang mengetahui kitab-kitab Jawi.Pendidikan formalnya dimulai dari sekolah Belanda HIS. Beliau meneruskan ke MIK (Modern Islamietishe Kweekschool) di Bukittinggi pada tahun 1934. pendidikannya lalu diteruskan ke Universitas Al-Azhar, Mesir. Sambil kuliah di Al-Azhar beliau kuliah juga di Universitas amerika di Mesir. Pendidikannya lalu dilanjutkan ke Mc. Gill, Kanada pada tahun 1962.        
4.Pemikiran Harun nasution ialah:peranan akal,pembaharuan teologi,hubungan akal dan wahyu.




DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Rosihon ,Abdul Rozak.Ilmu kalam.Bandung:Pustaka Setia,2003
Halim,Abdul,Teologi Islam Rasional,Jakarta Selatan:Ciputat Pers,2001



[1] Nicholas Majid,Kaki Langit Peradaban Islam,(Jakarta:Paramadina,1997),hlm.61
[2] H.M.Rasjidi,Koreksi terhadap DR.Nurcholish Madjid tentang Sekularisasi,(Jakarta:Bulan Bintang,1997),hlm.61
[3] Ibid,.loc.it
[4] Anwar, Rosihan dan Abdul Razak, Ilmu Kalam (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2003) hlm. 241
[5] Ibid,.hlm.241-242
[6] Ibid,.loc.cit

Tidak ada komentar:

Posting Komentar