BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Ilmu kalam atau teologi dari masa ke masa mengalami perkembangan yang
cukup pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu kalam bermunculan. Dan memiliki
argumentasi yang berbeda-beda, sehingga persoalan-persoalan yang mengenai ilmu
kalam atau teologi itu sendiri semakin serius untuk dibahas. Karena dari
permasalahan tersebut akan memicu timbulnya pemikiran-pemikiran yang baru dan
tanggapan dari berbagai tokoh-tokoh ilmu kalam itu sendiri.
Banyaknya tokoh-tokoh yang memiliki latar belakang yang berbeda, maka
banyak pula pemikiran-pemikiran dari mereka yang berbeda tentang permasalahan
ilmu kalam ini. Sebagai contoh, di dalam makalah ini insya Allah akan di bahas
teologi atau ilmu kalam yang mengacu pada dua tokoh yaitu:HM.Rasyidi dan Harun
Nasution. Oleh karena itu, penulis mencoba mengangkat makalah dengan judul “Pemikiran kalam di indonesia”. Hal ini sebagai bahan diskusi, sehingga akan mendapatkan wawasan
keilmuan terkait dengan permasalahan ilmu kalam.
B.Rumusan
Masalah
Masalah yang kami angkat pada makalah kali ini ialah pemikiran
kalam di Indonesia:Harun Nasution dan H.M.Rasyidi.
C.Tujuan kegiatan
1.Untuk mengetahui riwayat hidup H.M.Rasyidi
2.Untuk mengetahui pemikiran kalam H.M.Rsayidi
3.Untuk mengetahui riwayat hidup Harun
Nasution
4.Untuk mengetahui pemikiran kalam Harun
Nasution
BAB II
PEMBAHASAN
A.Riwayat Hidup H.M.Rasyidi
H. Mohamad
Rasjidi (Kotagede, Yogyakarta, 20 Mei 1915 – 30 Januari 2001) adalah mantan
Menteri Agama Indonesia pada Kabinet Sjahrir I dan Kabinet Sjahrir II.Fakultas
Filsafat, Universitas Kairo, Mesir (1938) Universitas Sorbonne, Paris (Doktor,
1956) Guru pada Islamitische Middelbaare School (Pesantren Luhur), Surakarta
(1939-1941) Guru Besar Fakultas Hukum UI Direktur kantor Rabitah Alam Islami,
Jakarta. H.M. Rasyidi, lulusan lembaga pendidikan tinggi Islam di Mesir yang
mmelanjutkan ke Paris, dan kemudian memperoleh pengalaman mengajar di Kanada.[1]
B.Pemikiran Kalam H.M.Rasyidi
1.Tentang perbedaan ilmu kalam dan teologi
Rasyidi menolak
pandangan Harun Nasution yang menyamakan pengertian ilmu kalam dan teologi.
Untuk itu Rasyidi berkata, “…Ada kesan bahwa ilmu kalam adalah teologi Islam
dan teologi adalah ilmu kalam Kristen.” Selanjutnya Rasyidi menelurusi sejarah
kemunculan teologi. Menurutnya, orang Barat memakai istilah teologi untuk
menunjukkan tauhid atau kalam karena mereka tak memiliki istilah lain. Teologi
terdiri dari dua perkataa, yaitu teo (theos) artinya Tuhan, dan logos, artinya
ilmu. Jadi teologi berarti ilmu ketuhanan.adapun sebab timbulnya teologi dalam
Kristen adalah ketuhananNabi Isa, sebagai salah satu dari tri-tunggal atau
trinitas. Namun kata teologi kemudian mengandung beberapa aspek agama Kristen,
yang di luar kepercayaan (yang benar), sehingga teologi dalam Kristen tidak
sama dengan tauhid atau ilmu kalam.
2.Tema-tema ilmu kalam
Salah satu tema
ilmu kalam Harun Nasution yang dikritik oleh Rasyidi adalah deskripsi
aliran-aliran kalam yang sudah tidak relevan lagi dengan kondisi umat Islam
sekarang, khususnya di Indonesia. Untuk itu, Rasyidi berpendapat bahwa
menonjolnya perbedaan pendapat antara Asy’ariyah dan Mu’tazilah, sebagaimana
dilakukan Harun Nasution, akan melemahkan iman para mahasiswa. Memang tidak ada
agama yang mengagungkan akal seperti Islam, tetapi dengan menggambarkan bahwa
akal dapat mengetahui baik dan buruk, sedangkan wahyu hanya membuat nilai yang
dihasilkan pikiran manusia bersifat absolute-universal, berarti meremehkan
ayat-ayat al-Qur’an seperti:
...والله يعلم وانتم لاتعلمون
“Allah mengetahui, sedang kamu tidak
mengetahui”)Q.S.Al-Baqarah:232)
Rasyid kemudian menegaskan pada saat ini, di Barat sudah dirasakan bahwa akal tidak mampu mengetahui baik dan buruk. Buktinya adalah kemunculan eksistensialisme sebagai reaksi terhadap aliran rasionalisme.Rasyidi mengakui bahwa soal-soal yang pernah diperbincangkan pada dua belas abad yang lalu, masih ada yang relevan untuk masa sekarang, tetapi ada pula yang sudah tidak relevan. Pada waktu sekarang, demikian Rasyidi menguraikan, yang masih dirasakanlah oleh umat Islam pada umumnya adalah keberadaan Syi’ah.
Rasyid kemudian menegaskan pada saat ini, di Barat sudah dirasakan bahwa akal tidak mampu mengetahui baik dan buruk. Buktinya adalah kemunculan eksistensialisme sebagai reaksi terhadap aliran rasionalisme.Rasyidi mengakui bahwa soal-soal yang pernah diperbincangkan pada dua belas abad yang lalu, masih ada yang relevan untuk masa sekarang, tetapi ada pula yang sudah tidak relevan. Pada waktu sekarang, demikian Rasyidi menguraikan, yang masih dirasakanlah oleh umat Islam pada umumnya adalah keberadaan Syi’ah.
3.Hakikat iman
Bagian ini
merupakan kritikan Rasyidi terhadap deskripsi iman yang diberikan Nurcholis
Madjid, yakni “percaya dan menaruh kepercayaan kepada Tuhan. Dan sikap
apresiatif kepada Tuhan merupakan inti pengalaman keagamaan seseorang. Sikap
ini disebut takwa. Takwa diperkuat dengan kontak yang kontinu dengan Tuhan.
Apresiasi ketuhanan menumbuhkan kesadaran ketuhanan yang menyeluruh, sehingga
menumbuhkan keadaan bersatunya hamba dengan Tuhan.[2]”Menanggapi
pernyataan di atas Rasyidi mengatakan bahwa iman bukan sekedar menuju
bersatunya manusia dengan Tuhan, tetapi dapat dilihat dalam dimensi
konsekuensial atau hubungan dengan manusia dengan manusia, yakni hidup dalam
masyarakat. Bersatunya seseorang dengan Tuhan tidak merupakan aspek yang mudah
dicapai, mungkin hanya seseorang saja dari sejuta orang. Jadi, yang terpenting
dari aspek penyatuan itu adalah kepercayaan, ibadah dan kemasyarakatan.[3]
C.Riwayat Hidup Harun Nasution
C.Riwayat Hidup Harun Nasution
Harun Nasution
lahir pada hari Selasa 23 September 1919 di Sumatera. Ayahnya, Jabar Ahmad
adalah seorang ulama yang mengetahui kitab-kitab Jawi.Pendidikan formalnya
dimulai dari sekolah Belanda HIS. Setelah tujuh tahun di HIS. Selama tujuh
tahun, Harun belajar bahasa Belanda dan ilmu pengetahuan umum di HIS itu, dia
berada dalam lingkungan disiplin yang ketat. Di lingkungan keluarga, harun
memulai pendidikan Agama dari lingkungan keluarganya dengan belajar mengaji,
shalat dan ibadah lainnya.Beliau meneruskan ke MIK (Modern Islamietishe
Kweekschool) di Bukittinggi pada tahun 1934. pendidikannya lalu diteruskan ke
Universitas Al-Azhar, Mesir. Sambil kuliah di Al-Azhar beliau kuliah juga di
Universitas amerika di Mesir. Pendidikannya lalu dilanjutkan ke Mc. Gill,
Kanada pada tahun 1962.
Setiba di tanah
air pada tahun 1969 beliau langsung terjun dalam bidang akademisi, yakni
menjadi dosen di IAIN Jakarta, IKIP Jakarta, dan kemudian juga pada Universitas
Nasional. Harun Nasution adalah figur sentral dalam semacam jaringan
intelektual yang terbentuk dikawasan IAIN Ciputat semenjak paruh kedua
dasawarsa 70-an. Sentralitas Harun Nasution di dalam jaringan itu tentu saja
banyak ditopang kapasitas intelektualnya, dan kemudian kedudukan formalnya
sebagai rektor sekalibus salah seorang pengajar di IAIN.[4]
D.Pemikiran Kalam Harun Nasution
1.Peranan Akal
Bukanlah secara
kebetulan bila Harun Nasution memilih problematika akal dalam system teologi
Muhammad Abduh sebagai bahan kajian disertasinya di Universitas Mogill,
Mentreal, Kanada. Besar kecilnya peranan akal dalam system teologi suatau aliran
sangat menentukan dinamis atau tidaknya pemahaman seseorang tentang ajaran
Islam. Berkenaan dengan akal ini,Harun Nasution menulis demikian,”Akal
melambangkan kekuatan manusia,Karena akallah,manusia mempunyai kesanggupan
untuk menaklukkan kekuatan makhluk lain sekitarnya.Bertambah tinggi akal
manusia ,bertambah tinggilah kesanggupannya untuk mengalahkan makhluk
lai.Bertambah lemah kekuatan akal manusia,bertmbah rendah pulalah
kesanggupannya menghadapi kekuatan-kekuatan lain tersebut.”
Dalam
sejarah Islam, akal mempunyai kedudukan tinggi dan banyak dipakai, bukan dalam
perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan saja, akan tetapi dalam
perkembangan ajaran-ajaran keagamaan Islam sendiri. Pemikiran akal dalam Islam
diperintahkan Al-Qur’an sendiri. Bukanlah tidak ada dasarnya apabila ada
penulis-penulis, baik di kalangan Islam sendiri maupun di kalangan non-Islam,
yang berpendapat bahwa Islam adalah agama rasional.[5]
2.Pembaharuan Teologi
Pembaharuan
teologi yang menjadi predikat Harun Nasution. Pada dasarnya dibangun atas
asumsi bahwa keterbelakangan dan kemunduran umat Islam Indonesia (juga di mana
saja) adalah disebabkan “ada yang salah” dalam teologi mereka. Pandangan ini
serupa dengan pandangan kaum modernis lain pendahulunya (Muhammad Abduh, Rasyid
Ridha Al-Afghani, Sayid Amer Ali, dan lain-lain) yang memandang perlu untuk
kembali kepada teologi Islam yang sejati. Menurut Harun Nasution, umat Islam
hendaklah mengubah teologi yang berwatak free-will rasional,
serta mandiri. Tidak heran jika teori modernisasi ini selanjutnya menemukan
teologi dalam khazanah islam klasik sendiri yakni teologi Mu’tazilah.
3.Hubungan Akal dan Wahyu
Salah satu
focus pemikiran Harun Nasution adalah hubungan akal dan wahyu. Ia menjelaskan
bahwa hubungan akal dan wahyu memang menimbulkan pertanyaan, tetapi keduanya
tidak bertentangan. Akal mempunyai kedudukan yang tinggi dalam Al-Qur’an. Orang
yang beriman tidak perlu menerima bahwa wahyu sudah mengandung segala-galanya.
Wahyu bahkan tidak menjelaskan semua permasalahan keagamaan.[6]
Dalam pemikiran
Islam, baik di bidang filsafat dan ilmu kalam, apalagi di bidang ilmu fiqih,
akal tidak pernah membatalkan wahyu. Akal tetap tunduk kepada teks wahyu. Teks
wahyu tetap dianggap benar. Akal dipakai untuk memahami teks wahu dan tidak
untuk menentang wahyu. Akal hanya memberi interpretasi terhadap teks wahyu
sesuai dengan kecenderungan dan kesanggupan pemberi interpretasi. Yang
dipertentangkan dalam sejarah pemikiran Islam sebenarnya bukan akal dan wahyu,
tetapi penafsiran tertentu dari teks wahyu dengan lain dari teks wahyu itu
juga. Jadi, yang bertentangan sebenarnya dalam Islam adalah pendapat akal ulama
tertentu dengan pendapat akal
ulama lain.
BAB III
PENUTUP
A.Simpulan
1. H.
Mohamad Rasjidi (Kotagede, Yogyakarta, 20 Mei 1915 – 30 Januari 2001) adalah
mantan Menteri Agama Indonesia pada Kabinet Sjahrir I dan Kabinet Sjahrir
II.Fakultas Filsafat, Universitas Kairo, Mesir (1938) Universitas Sorbonne,
Paris (Doktor, 1956) Guru pada Islamitische Middelbaare School (Pesantren Luhur),
Surakarta (1939-1941) Guru Besar Fakultas Hukum UI Direktur kantor Rabitah Alam
Islami, Jakarta.
2.Pemikiran kalam Rasyidi antara lain:tentang perbedaan ilmu kalam dan
teologi,tema-tema ilmu kalam,hakikat iman.
3.
Harun Nasution lahir pada hari Selasa 23 September 1919 di
Sumatera. Ayahnya, Jabar Ahmad adalah seorang ulama yang mengetahui kitab-kitab
Jawi.Pendidikan formalnya dimulai dari sekolah Belanda HIS. Beliau meneruskan
ke MIK (Modern Islamietishe Kweekschool) di Bukittinggi pada tahun 1934. pendidikannya
lalu diteruskan ke Universitas Al-Azhar, Mesir. Sambil kuliah di Al-Azhar
beliau kuliah juga di Universitas amerika di Mesir. Pendidikannya lalu
dilanjutkan ke Mc. Gill, Kanada pada tahun 1962.
4.Pemikiran
Harun nasution ialah:peranan akal,pembaharuan teologi,hubungan akal dan wahyu.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Rosihon ,Abdul
Rozak.Ilmu kalam.Bandung:Pustaka Setia,2003
Halim,Abdul,Teologi
Islam Rasional,Jakarta Selatan:Ciputat Pers,2001
[2] H.M.Rasjidi,Koreksi terhadap DR.Nurcholish Madjid tentang
Sekularisasi,(Jakarta:Bulan Bintang,1997),hlm.61
Tidak ada komentar:
Posting Komentar